Oleh: mahdar | Desember 29, 2008

SELAMAT TAHUN BARU !!!

tahunbaruhijriya1

Oleh: mahdar | Oktober 23, 2008

Bekerja adalah Ibadah

“Seandainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikulkan diatas punggungnya, hal itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada seseorang yang kadang diberi kadang tidak” (HR Bukhori Muslim)

“Bila seorang muslim menanam benih atau menanam tanaman lalu ada burung atau manusia atau binatang yang memakan sebagian darinya niscaya hal itu akan dinilai sebagai sedekah baginya” (HR Bukhori)

“Tiada seorang pun yang makan makanan yang lebih baik dari makan yang diperoleh dari hasil keringatnya sendiri. Sesungguhnya nabi Daud as itu pun makan dari hasil karyanya sendiri. Dan Allah itu cinta kepada seorang mukmin yang bekerja” (HR Thabrani dan Baihaki)

“Ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah Saw. Orang itu sedang bekerja dengan giat dan tangkat. Para sahabat berkata : “ya Rasulullah, seandainya bekerja semacam orang itu dapat digolongkan fisabilillah alangkah baiknya”. Bersabda Rasulullah Saw : “Kalau dia bekerja untuk menghidupi anak-anak dan keluarganya itu adalah fisabilillah, kalau ia bekerja untuk membela orang tuanya itu adalah fisabilillah, kalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak meminta-minta itu adalah fisabilillah”. (HR Thabrani)

“Suatu saat Rasulullah Saw dan sahabat melihat beberapa pemuda kekar sedang membelah kayu bakar. Para sahabat berkata : “Sayang sekali pemuda-pemuda itu, mengapa keperkasaan mereka tidak digunakan untuk berjuang di jalan Allah ?”. Rasulullah bersabda : “Jangan berkata begitu, sesungguhnya jika mereka bekerja agar terhindar dari meminta-minta berarti mereka di jalan Allah. Jika mereka bekerja untuk menafkahi keluarga atau orang tuanya mereka juga di jalan Allah” (HR Thabrani)

Suatu saat Rasulullah Saw melewati kembali dari perang Tabuk dan melewati Said bin Muadz al Anshori. Rasul melihat tangan Said bin Muadz al Anshori yang melepuh, gosong dan kehitam-hitaman. “Kenapa tangamu ?”, tanya Rasulullah. “Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk menafkahi keluargaku”, jawab Saad. Rasulullah mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata “inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”. Dalam riwayat lain “Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasul-NYA”. (HR Thabrani)

Oleh: mahdar | Oktober 7, 2008

MONEY

Money can buy a BED … but not SLEEP

Money can buy a CLOCK … but not TIME

Money can buy a BOOK … but not KNOWLEDGE

Money can buy FOOD … but not an APPETITE

Money can buy POSITION … but not RESPECT

Money can buy BLOOD … but not LIFE

Money can buy MEDICINE … but not HEALTH

Money can buy SEX … but not LOVE

Money can buy INSURANCE … but not SAFETY

Oleh: mahdar | September 27, 2008

Pribadi Muslim Berprestasi

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi !

Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.

Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah …” (QS. Al Ahzab [33] : 21)

Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.

Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.

Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.

Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.

Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.

Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.

Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.

Ingat, wahai hamba-hamba Allah, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah …!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).

Oleh: mahdar | September 27, 2008

Cita-cita yang terlambat

Ketika kecil, Aku pernah bercita-cita merubah dunia.

Namun seiring bertambahnya usia, Aku pun menyadari bahwa merubah dunia bukanlah pekerjaan mudah !

Masuk usia remaja, AKu pun mencoba “mengecilkan” cita-cita… ya, saya hanya ingin merubah bangsa ini.

Namun ternyata itu juga sulit, entah harus dari mana Aku mulainya.

Aku pun “mengecilkan” kembali cita-cita hidup ini.

Masuk usia dewasa saya hanya bercita-cita merubah lingkungan disekitar saya agar menjadi lebih baik…

Namun…ini juga terlalu sulit untuk saya ! hingga akhirnya kukecilkan lagi cita-citaku…

di usia tua Aku mungkin hanya punya cita-cita yang tersisa…

aku ingin merubah keluargaku tercinta menjadi lebih baik

dan…Abrakadabra !!! Ini juga ternyata SULIT…TIDAK MUDAH !!!

Hingga akhirnya… saat malakul maut sudah berada di hadapanku

ketika orang-orang tercinta mengelilingi aku yang terbujur menunggu sakratul maut

Aku baru menyadari….

Seandainya dulu…ketika usiaku masih dini…ketika kesempatanku masih banyak

Aku mulai cita-citaku dengan berjuang untuk merubah DIRI SENDIRI terlebih dahulu

mungkin aku tidak akan kesulitan merubah KELUARGA DAN ORANG-ORANG SEKITARKU

hingga tidak mustahil…Aku bisa merubah BANGSA dan bahkan DUNIA ini !!!

tapi kini…semuanya sudah terlambat ! malakul maut sudah disampingku….

Older Posts »

Kategori